JAKARTA - PT Pertamina (Persero) tengah menguji sistem pendeteksian pembelian BBM subsidi untuk setiap kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Dengan teknologi itu, setiap kendaraan tak bisa membeli BBM subsidi melebihi kuota yang ditetapkan.
"Jadi ada database-nya sehingga satu mobil tak bisa mengisi di SPBU A, kemudian mengisi lagi di SPBU B, sehingga melebihi ketentuan. Nomor kendaraan harus sesuai dengan STNK," tutur Direktur Pemasaran & Niaga Pertamina Hanung Budya kemarin (14/9). Hal tersebut bisa diwujudkan memakai teknologi POS (point of sales) yang sedang diuji coba di Kalimantan.
Teknologi itu mirip dengan yang diterapkan saat kendaraan memasuki lahan parkir. Yakni, nomor kendaraan akan dicatat dan segala aktivitasnya di SPBU direkam. Misalnya, volume pembelian dan waktu pengisian. Data tersebut selanjutnya disimpan sehingga volume pembelian suatu kendaraan pada hari yang sama bisa diketahui. "Datanya terintegrasi secara online melalui satelit," jelasnya.
Jika pembelian melebihi kuota yang ditetapkan, nozzle (keran pengisi) bisa diperintahkan untuk tidak mengeluarkan BBM. Dengan cara itu, penyaluran BBM bersubsidi di SPBU bisa tepat sasaran dan volume yang dikonsumsi masyarakat terjaga. "Sistem ini sedang kami uji coba di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Selatan (Kalsel)," terangnya.
Seperti diketahui, sejak Mei lalu di Kalsel diberlakukan pembatasan pembelian premium, yaitu mobil Rp 100 ribu per liter dan sepeda motor Rp 20 ribu per liter. Di Kalteng, pembelian premium untuk sepeda motor dibatasi enam liter per hari, mobil 25 liter per hari, bus kecil 40 liter per hari, dan bus besar 50 liter per hari. "Kita bisa tiru itu," tuturnya.
Pulau Kalimantan menjadi target pemasangan teknologi POS karena banyak pertambangan dan perkebunan sehingga BBM subsidi rawan bocor. Di Kalteng dan Kalsel, Hanung mengatakan bahwa pihaknya telah memasang POS di 112 SPBU. POS selanjutnya dipasang secara bertahap di seluruh Kalimantan. "Kami berharap agar ini bisa diimplementasikan di seluruh Indonesia," ucapnya.
Menurut Hanung, investasi untuk membangun teknologi POS tersebut sekitar Rp 75 juta per SPBU. Ini belum termasuk biaya operasional. Dia memperkirakan, untuk memasang peralatan tersebut di sekitar lima ribu SPBU di seluruh Indonesia, dibutuhkan dana sekitar Rp 500 miliar. "Kalau pemerintah menugasi Pertamina, kami siap (pasang di semua SPBU)," ucapnya. (wir/c8/kim)
Sumber: Jawa Pos, tgl 15/9/12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar